Apa itu Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud?
Siapa itu Sigmund Freud?
Ayah Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 serta wafat di London, 23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Tahun 1873-1881 masuk Fakultas Medis Universitas Wina pada spesialisasi dokter pakar syaraf serta penyakit jiwa (psikiatri).
Pada tahun 1894 Freud belajar pengobatan histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 dia kembali ke Wina bekerja sama dengan Dokter. Joseph Breuer, dengan tata cara asosiasi leluasa. Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang kasuskasus histeri.
Tahun 1902 dia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun
1908 Freud diundang oleh George Stanley Hall ke USA serta berikan ceramah-
ceramah pada pertemuan- pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud jadi
populer di segala dunia. Tahun 1909 Freud digabungi oleh Alfred Adler serta
Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena penyakit kanker rahang serta sempat
dioperasi hingga 30 kali. Tahun 1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud menyingkir
ke Inggris serta wafat dunia di London 1939.
Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Kedudukan berarti dari ketidaksadaran beserta insting-
insting seks serta agresi yang terdapat di dalamnya dalam pengaturan tingkah
laku, jadi karya/ penemuan monumental Freud. Sistematik yang dipakai Freud
dalam mendiskripsi karakter jadi 2 pokok ialah: struktur kepribadian serta
pertumbuhan kepribadian.
Struktur Kepribadian
Kehidupan jiwa mempunyai 3 tingkatan pemahaman: sadar,
prasadar, serta tidak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan 3 model
struktural yang lain, ialah: id, ego serta super- ego. Struktur baru ini tidak
mengubah struktur lama namun memenuhi/menyempurnakan cerminan mental paling
utama dalam guna serta tujuannya.
Tingkatan Kehidupan Mental
Sadar (Conscious) Tingkatan pemahaman yang berisi seluruh
perihal yang kita cermati pada dikala tertentu. Bagi Freud cuma sebagian kecil
saja dari kehidupan mental (fikiran, anggapan, perasaan, serta ingatan) yang
masuk ke pemahaman (consciousness). Prasadar (Preconscious) Prasadar diucap
pula ingatan siap (available memory), ialah tingkatan pemahaman yang jadi
jembatan antara sadar serta tidak sadar.
Pengalaman yang ditinggal oleh atensi, semula disadari namun
setelah itu tidak lagi diperhatikan, hendak ditekan pindah ke wilayah prasadar.
Tak sadar (Unconscious) Taksadar merupakan bagian yang sangat dalam dari
struktur pemahaman serta bagi Freud ialah bagian terutama dri jiwa manusia.
Secara spesial Freud meyakinkan kalau ketidaksadaran tidaklah abstraksi
hipotetik namun itu merupakan realitas empirik. Ketidaksadaran itu berisi
insting, impuls, serta drives yang dibawa dari lahir, serta pengalam-
pengalaman traumatic (umumnya pada masa kanak- kanak) yang ditekan oleh
pemahaman dipindah ke wilayah tidak sadar.
Daerah Pikiran
1. Id (Das Es)
Id merupakan sistem karakter yang asli,
dibawa semenjak lahir. Dari id ini setelah itu hendak timbul ego serta
superego. Dikala dilahirkan, id berisi seluruh aspek psikologi yang diturunkan,
semacam insting, impuls serta drives. Id terletak serta beroperasi dalam
wilayah tidak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak sempat sisadari selama
umur.
Id berhubungan erat dengan proses raga buat memperoleh
tenaga psikis yang digunakan buat mengoperasikan sistem dari struktur karakter
yang lain. Id beroperasi bersumber pada prinsip kenikmatan (pleasure
principle), ialah berupaya mendapatkan kenikmatan serta menjauhi rasa sakit.
Plesure principle diproses dengan 2 metode:
a) Tindak Refleks (Refleks Actions) Merupakan respon
otomatis yang dibawa semenjak lahir semacam mengejapkan mata dipakai buat
menanggulangi pemuasan rangsang simpel serta umumnya lekas bisa dicoba;
b) Proses Primer (Primery Process) Merupakan respon
membayangkan/mengkhayal suatu yang bisa kurangi ataupun melenyapkan tegangan
dipakai buat menanggulangi stimulus lingkungan, semacam balita yang lapar
membayangkan santapan ataupun puting ibunya. Id cuma sanggup membayangkan
suatu, tanpa sanggup membedakan khayalan itu dengan realitas yang betul-betul
memuaskan kebutuhan.
Id tidak sanggup memperhitung-kan ataupun membedakan
betul-betul salah, tidak ketahui moral. Alibi inilah yang setelah itu membuat
id menimbulkan ego.
Baca juga: Awal Mula Sejarah Ilmu Logika
2. Ego (Das Ich)
Ego tumbuh dari id supaya orang sanggup menanggulangi
realita sehingga ego beroperasi menjajaki prinsip realita (reality principle)
usaha mendapatkan kepuasan yang dituntut id dengan menghindari terbentuknya
tegangan baru ataupun menunda kenikmatan hingga ditemui objek yang nyata-nyata
bisa memuaskan kebutuhan.
Ego merupakan eksekutif ataupun pelaksana dari karakter,
yang mempunyai 2 tugas utama; awal, memilah stimuli mana yang hendak direspon
serta ataupun insting mana yang hendak dipuaskan cocok dengan prioritas kebutuhan.
Kedua, memastikan kapan serta gimana kebutuhan itu dipuaskan cocok dengan
tersedianya kesempatan yang resikonya minimun. Ego sebetulnya bekerja buat
memuaskan id, sebab itu ego yang tidak mempunyai tenaga sendiri hendak
mendapatkan tenaga dari id.
3. Superego (Das Ueber Ich)
Superego merupakan kekuatan moral serta etik dari karakter,
yang beroperasi mengenakan prinsip idealistik (edialistic principle) selaku
lawan dari prinsip kepuasan id serta prinsip realistik dari ego. Superego
tumbuh dari ego, serta semacam ego, dia tidak memiliki sumber energinya
sendiri.
Hendak namun, superego berbeda dari ego dalam satu perihal
berarti– superego tidak memiliki kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan
superego hendak kesempurnaan juga jadi tidak realistis.
Prinsip idealistik memiliki 2 sub prinsip ialah suara hati
(conscience) serta ego sempurna. Freud tidak membedakan prinsip ini secara
jelas namun secara universal, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman
memperoleh hukuman atas sikap yang tidak pantas serta mengajari kita tentang
hal- hal yang hendaknya tidak dicoba, sebaliknya ego sempurna tumbuh dari
pengalaman memperoleh imbalan atas sikap yang pas serta memusatkan kita pada
hal-hal yang hendaknya dicoba.
Superego bertabiat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan,
menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang sudah dicoba ataupun baru dalam
fikiran. Terdapat 3 guna superego; (1) mendesak ego mengambil alih
tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id
paling utama impuls intim serta kasar yang berlawanan dengan standar nilai
warga, (3) mengejar kesempurnaan
Pertumbuhan Kepribadian Sigmund Freud
Freud membagi pertumbuhan karakter jadi 3 tahapan, ialah
sesi infantile (0-5 tahun), sesi laten (5-12 tahun), serta sesi genital
(12tahun). Sesi infantil yang sangat memastikan dalam membentuk karakter,
dibagi jadi 3 fase, ialah fase oral, fase anal, serta fase falis. Pertumbuhan
karakter didetetapkan paling utama oleh pertumbuhan biologis, sehingga sesi ini
diucap pula sesi intim infantil. Pertumbuhan insting seks berarti pergantian
kateksis seks, serta pertumbuhan biologis mempersiapkan bagian badan buat
diseleksi jadi pusat kepuasan intim (erogenus zone).
Tag: teori psikoanalisis sigmund freud pdf teori kepribadian sigmund freud pdf teori sigmund freud, id, ego dan superego pdf contoh teori psikoanalisis sigmund freud teori sigmund freud id,
a.
Fase Oral (Umur 0– 1 tahun) Fase oral merupakan
fase pertumbuhan yang berlangsung pada tahun awal dari kehidupan orang. Pada
fase ini, wilayah erogen yang sangat berarti serta peka merupakan mulut, ialah
berkaitan dengan pemuasan kebutuhan bawah hendak santapan ataupun air.
Stimulasi ataupun perangsangan atas mulut semacam mengisap, untuk balita ialah
tingkah laku yang memunculkan kesenangan ataupun kepuasan.
b.
bFase Anal (Umur 1– 2/ 3 tahun) Fase ini diawali
dari tahun kedua hingga tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari
tenaga libidal dialihkan dari mulut ke wilayah dubur dan kesenangan ataupun
kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan aksi mempermainkan ataupun menahan
faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada
aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya lewat wc training, ialah latihan
menimpa gimana serta dimana sepatutnya seseorang anak membuang kotorannya.
c.
Fase Falis (Umur 2/ 3– 5/ 6 tahun) Fase falis
(phallic) ini berlangsung pada tahun keempat ataupun kelima, ialah sesuatu fase
kala tenaga libido sasarannya dialihkan dari wilayah dubur ke wilayah
perlengkapan kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada perlengkapan
kelaminnya sendiri, serta mempermainkannya dengan iktikad mendapatkan kepuasan.
Pada fase ini masturbasi memunculkan kenikmatan yang besar. Pada dikala yang
sama terjalin kenaikan gairah intim anak kepada orang tuanya yang memulai
bermacam pergantian kateksis obyek yang berarti. Pertumbuhan terutama pada masa
ini merupakan munculnya Oedipus complex, yang diiringi fenomena castration
anxiety (pada pria) serta penis envy (pada wanita). Oedipus complex merupakan
kateksis obyek intim kepada orang tua yang bertentangan tipe dan permusuhan
terhadap orang tua sejenis. Anak pria mau mempunyai ibunya (mau mempunyai
atensi lebih dari ibunya) serta menghilangkan bapaknya, kebalikannya anak
wanita mau mempunyai bapaknya serta menghilangkan ibunya.
d.
Fase Laten (Umur 5/ 6– 12/ 13 tahun) Fase ini
pada umur 5 ataupun 6 tahun hingga anak muda, anak hadapi periode peredaan
impuls intim. Bagi Freud, penyusutan atensi intim itu akibat dari tidak
terdapatnya wilayah erogen baru yang mencuat oleh pertumbuhan biologis. Jadi,
fase laten lebih selaku fenomena biologis, alih- alih bagian dari pertumbuhan
psikoseksual. Pada fase ini anak meningkatkan keahlian sublimasi, ialah
mengubah kepuasan libido dengan kepuasan non intim, spesialnya bidang
intelektual, atletik, keahlian, serta ikatan sahabat sebaya. Serta pada fase
ini anak jadi lebih gampang menekuni suatu serta lebih gampang dididik
dibanding dengan masa saat sebelum serta sesudahnya (masa pubertas).
Baca juga: Konsep Dasar Komunikasi Antarbudaya: Pengertian, Jenis dan Contohnya
e.
Fase Genital Fase ini diawali dengan pergantian
biokimia serta fisiologi dalam diri anak muda. Sistem endokrin memproduksi
hormon-hormon yang merangsang perkembangan isyarat intim sekunder (suara,
rambut, buah dada, dll), serta perkembangan ciri intim primer. Pada fase ini
kateksis genital memiliki watak narkistik: orang memiliki kepuasan dari
perangsangan serta manipulasi badannya sendiri, serta orang lain diingkan cuma
sebab membagikan bentukbentuk bonus dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini,
impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, semacam: berpartisipasi dalam
aktivitas kelompok, mempersiapkan karir, cinta lain tipe, pernikahan serta
keluarga.
Kesimpulan Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Kesimpulan Dalam teori psikoanalisis, karakter ditatap
selaku sesuatu struktur yang terdiri dari 3 faktor ataupun sistem ialah id, ego
serta superego ketiga sistem karakter ini satu sama lain silih berkaitan dan
membentuk sesuatu keseluruhan.
1) Id, merupakan sistem karakter yang sangat bawah, yang
didalamnya ada naluri- naluri bawaan. Untuk 2 sistem yang yang lain, id
merupakan sistem yang berperan selaku penyedia ataupun penyalur tenaga yang
diperlukan oleh sistem-sistem terebut buat operasi-operasi ataupun
kegiatan-kegiatan yang dikerjakannya. Dalam melasanakan guna serta operasinya,
id bertujuan buat menjauhi kondisi tidak mengasyikkan serta menggapai kondisi yang
mengasyikkan.
2) Ego, merupakan sistem karakter yang berperan selaku
pengarah orang kepada dunia objek tentang realitas, serta melaksanakan gunanya
bersumber pada prinsip realitas. Ego tebentuk pada struktur karakter orang
selaku hasil kontak dengan dunia luar. Ada pula proses yang dipunyai serta
dijalankan ego merupakan upaya memuaskan kebutuhan ataupun kurangi tegangan
oleh orang.
3) Superego, merupakan sistem karakter yang berisikan
nilai-nilai serta aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk).
Ada pula guna utama dari superego merupakan:
a) Selaku pengendali dorongandorongan ataupun impuls-impuls
naluri id supaya impulsimpuls tersebut disalurkan dalam metode ataupun wujud
yang bisa diterima oleh warga.
b) Memusatkan ego pada tujuan-tujuan yang cocok dengan moral
dari pada dengan realitas.
c) Mendesak orang kepada kesempurnaan
Demikian penjelasan mengenai pemmikiran teori Psikoanalisis
Menurut Sigmund Freud. Baca juga: