Prinsip-prinsip Komunikasi Bisnis ada apa saja ya? Yuk kita simak!
Komunikasi merupakan salah satu fungsi
manajemen organisasi bisnis. Oleh karena itu, komunikasi akan ada dan tetap
berlangsung dalam satu organisasi sepanjang organisasi tersebut ada.
Di sinilah letak arti penting membuat
perencanaan komunikasi bisnis agar komunikasi bisnis yang dilakukan bisa
berjalan secara efektif.
Prinsip-Prinsip Komunikasi Bisnis, Teori Murphy dan Hildebrandt |
Sekarang kita mempelajari prinsip
komunikasi bisnis. Murphy dan Hildebrandt (1991: 78), merumuskan ada 7 prinsip yang
harus dipegang saat melakukan komunikasi bisnis. Ketujuh prinsip komunikasi
bisnis tersebut dirangkum dalam akronim 7C.
Prinsip tersebut adalah:
Baca juga: Otonomi Daerah dan Prinsip Good and Clean Governance
Prinsip-Prinsip Komunikasi Bisnis Murphy dan Hildebrandt
1. Completness, yang berarti kita harus mengupayakan
untuk bisa memberikan informasi selengkap mungkin kepada pihak yang
membutuhkan. Karena informasi yang lengkap bisa membangun kepercayaan dan
kepastian pada diri penerima informasi.
Orang biasanya mencari informasi karena dirinya sedang menghadapi ketidakpastian, adanya informasi yang lengkap akan membuat orang merasa memperoleh kepastian. Di samping itu, informasi yang tidak lengkap sering kali menimbulkan pertanyaan dan membuat komunikasi tidak efektif.
2. Conciseness, yang berarti komunikasi dikemas
dengan menggunakan kata-kata jelas, singkat dan padat. Informasi utuh yang
dikemukakan di atas harus disampaikan dalam kemasan yang jelas, singkat dan
padat.
Dengan demikian, orang menjadi mudah memahami apa yang kita komunikasikan. Tidak perlu mengernyitkan dahi untuk bisa memahami apa maksud informasi yang disampaikan.
3. Concretness, yang berarti pesan yang
dikomunikasikan itu disusun secara spesifik dan konkret, bukan abstrak. Sering
kita memperoleh informasi yang abstrak seperti tercermin dalam kalimat “perbaikan
derajat kehidupan” atau “meningkatkan mutu”.
Sebenarnya kalimat tersebut bisa kita buat konkret. Perbaikan derajat kehidupan misalnya bisa kita buat konkret dengan kalimat “peningkatan penghasilan”, “peningkatan taraf pendidikan” atau “peningkatan kesehatan”.
4. Consideration, yang berarti pesan yang disampaikan mesti mempertimbangkan situasi penerima/komunikan. Kita sudah mempelajari variabel penerima tadi. Dalam menyampaikan informasi bisnis, penting bagi kita untuk mengetahui siapa komunikan atau penerima informasi itu. Kita pertimbangkan dengan baik siapa atau di mana komunikan kita.
5. Clarity, yang berarti pesan yang
dikomunikasikan disusun dalam kalimat yang mudah dipahami komunikan. Ini akan
terkait dengan prinsip komunikasi sebagai proses berbagi. Informasi yang kita
sampaikan mesti
berorientasi pada penerima, sehingga kita membuat informasi itu sejelas mungkin sehingga bisa dipahami penerima. Informasi yang disampaikan sama sekali bukan untuk menunjukkan kecerdasan atau taraf pendidikan komunikatornya sehingga dipilih kata-kata yang menunjukkan taraf pendidikan komunikatornya dengan banyak menggunakan istilah atau jargon yang membingungkan penerima.
6. Courtesy, yang berarti sopan santun dan tata
krama merupakan hal yang penting dalam berkomunikasi yang merupakan bentuk
penghargaan kepada komunikan.
Kesantunan merupakan bagian penting dari komunikasi. Dengan kesantunan orang akan menaruh penghargaan dan simpati pada diri kita. Kesantunan berbahasa, kesantunan sikap dan kesantunan perilaku merupakan bagian penting dan melekat pada tindakan komunikasi manusia.
7. Correctness, yang berarti pesan yang
dikomunikasikan dibuat secara cermat. Untuk pesan tertulis misalnya dibuat
dengan memperhatikan tata bahasa dan untuk pesan lisan disampaikan dengan
memperhatikan komunikan.
Kecermatan dan ketelitian akan membuat
kita bisa mendeteksi sejak dini bila terjadi kekeliruan pada kemasan informasi
yang kita persiapkan untuk kegiatan komunikasi bisnis kita.
Prinsip-prinsip komunikasi bisnis tersebut bisa menjadi pedoman bagi kita saat mempersiapkan kemasan informasi yang akan kita gunakan dalam komunikasi bisnis.
Prinsip-prinsip tersebut sesungguhnya lebih banyak berkaitan dengan penyusunan pesan komunikasi bisnis. Penyusunan pesan komunikasi bisnis ini kita akan dalami lebih lanjut pada modul berikutnya setelah modul ini.
Di samping itu, perlu juga kita memperhatikan ―sekali lagi― konteks komunikasi dalam artian budaya tempat komunikasi berlangsung. Prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas, bisa diterapkan dengan mempertimbangkan konteks budaya tempat komunikasi dilangsungkan. Carté dan Fox (2006: 19-20), dengan mengutip Edward T. Hall menyatakan ada dua kategori komunikator yaitu komunikator konteks tinggi dan komunikator konteks rendah.
Baca juga: Fungsi dan Tujuan Komunikasi Manusia
Carté dan Fox menjelaskan, komunikator konteks rendah cenderung mengekspresikan diri mereka secara eksplisit dan tegas. Hampir tidak ada arti yang tersembunyi dari kata yang dipergunakan Dengan demikian kita bisa menafsirkan apa adanya maksud pernyataannya.
Sedangkan komunikator konteks tinggi cenderung berkomunikasi lebih implisit, sehingga kita diharapkan untuk menafsirkan maksud pernyataannya berdasarkan pengetahuan kita atas kata yang dipergunakan sesuai dengan latar belakang budayanya.
Akan halnya komunikasi bisnis, Carté dan Fox (2006: 19) menunjukkan, dalam komunikasi dengan komunikator berkonteks rendah maka komunikasi perlu dilakukan secara terus terang, eksplisit dan apa adanya.
Sedangkan komunikasi dengan komunikator berkonteks tinggi, komunikasi perlu dilakukan secara diplomatis, implisit dan tidak langsung. Carté dan Fox (2006: 20) menyebutkan Amerika Serikat, Jerman, Skandinavia dan Finlandia sebagai negara yang komunikatornya dalam komunikasi bisnis berkonteks rendah. Sedangkan Perancis dan Jepang termasuk kategori berkonteks tinggi.
Nah, itu dia penjelasan mengenai
prinsip komunikasi bisnis yang dikemukakan oleh Murphy dan Hildebrandt. Jangan
lupa juga untuk membaca Pengertian Komunikasi Bisnis dan Ruang Lingkupnya