Memahami variabel-variabel komunikasi bisnis menurut Rosenblatt!
Manakala membahas variabel-variabel komunikasi, termasuk komunikasi bisnis, orang biasanya mengacu pada model komunikasi klasik yang dikembangkan Harold D. Laswell yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Variabel-variabel tersebut dirumuskan dalam apa yang dinamakan Model atau
Formula Laswell yang menyatakan: Who, say
what, to whom, through which channel and with what effect?
Tentunya kita masih ingat, karena pernah kita dalami saat kita mempelajari konsep dasar komunikasi.
Namun penerapan formula ini untuk komunikasi bisnis memerlukan sedikit
modifikasi, seperti yang dilakukan Rosenblatt, et al. (1977: 16).
Rosenblatt menguraikan variabel-variabel komunikasi bisnis dengan
memberi tambahan variabel yaitu variabel konteks sebagai berikut.
Baca juga: Pentingnya Belajar Manajemen dan Organisasi
Variabel-variabel Komunikasi Bisnis Menurut Rosenblatt
#01` - Variabel Sumber/Komunikator
Sumber atau komunikator
merupakan variabel penting
dalam komunikasi bisnis, karena merupakan pihak pertama yang mendorong
terjadinya komunikasi atau merupakan pihak yang mengambil inisiatif mendorong
terjadinya proses komunikasi.
Di samping itu, penerimaan atau penolakan pesan komunikasi sering kali terkait dengan penilaian suka-tidak suka, percaya-tidak percaya atau respek-tidak respek penerima atau komunikan terhadap komunikator. Selain itu, “status” dan “kekuatan/kekuasaan” (power) yang ada pada komunikator pun berpengaruh pada penerimaan pesan oleh komunikan.
Sekedar contoh yang ekstrem, bayangkan bagaimana reaksi kita bila
seorang satpam sebuah bank menyatakan bisa meluluskan permohonan kredit yang
kita ajukan pada bank. Padahal ajuan kreditnya mencapai lebih dari Rp5 miliar!
Tentu reaksi kita akan berbeda, bila pernyataan itu datangnya dari pimpinan
bagian kredit dari bank itu.
Reaksi atau respons yang Anda berikan saat menerima pesan,
sesungguhnya dipengaruhi kredibilitas
komunikator/sumber. Kredibilitas terkait dengan seberapa besar tingkat
kepercayaan kita pada komunikator. Kredibilitas biasanya dinilai melalui:
(1) expertness/keahlian
atau kompetensi (competence). Seorang
satpam tentunya tidak kompeten meluluskan
permohonan kredit, meskipun dia satpam di sebuah bank yang cukup termasyhur
dan bonafide, sedangkan staf atau pimpinan bagian kredit memiliki kewenangan
meluluskan ajuan kredit;
(2) dapat dipercaya (truthwortiness)/aman
(safety). Kembali kepada contoh
satpam tadi, tentu tidak dapat dipercaya ada bank yang memberi kewenangan pada
satpamnya memeriksa dan meluluskan ajuan kredit bernilai miliaran rupiah pada
nasabahnya. Bahkan mungkin malah akan muncul pertanyaan pada diri kita, bank
macam apa memberi kewenangan seperti itu pada satpamnya;
(3) dina-misme (dynamism)
yang memunculkan sifat-sifat seperti agresif, empatik, tegas, aktif dan
energetik. Tentu, satpam yang menjadi contoh kita, belum tentu memiliki
sifat-sifat dinamisme dalam artian memperjuangkan pencapaian tujuan
organisasi/lembaga bisnis.
Baca juga: Ruang Lingkup Komunikasi Bisnis
Dalam organisasi bisnis, status dan kekuasaan terkait dengan
posisi jabatan. Makin tinggi jabatan dalam hierarki jabatan pada satu
organisasi makin tinggi juga status dan kekuasaannya.
Dengan kekuasaan yang besar maka daya kontrolnya juga akan makin
besar dan tanggung jawabnya juga besar. Dengan jabatan sebagai satpam, dalam
contoh kita tadi, tentunya ruang kekuasaan dan kewenangannya berbeda dengan
kepala bagian kredit.
Kredibilitas sumber/komunikator dapat bersifat individual dapat
pula bersifat institusional. Individu dengan status dan kekuasaan/kewenangan
tinggi lebih memiliki kredibilitas dibandingkan dengan individu yang status dan
kekuasaan/kewenangannya rendah. Kita juga mengenal ada orang-orang yang
dipandang memiliki kredibilitas dalam bidang tertentu.
Misalnya Prof. Dr. Otto Soemarwotto untuk bidang lingkungan hidup
atau Prof. Dr. J.A. Katili untuk bidang geologi. Pada tingkat institusi, kita
juga mengenal lembaga-lembaga tertentu yang memiliki kredibilitas. Informasi
mengenai bahan bakar minyak (BBM) lebih meyakinkan bila datang dari Pertamina
dibandingkan dari PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), meskipun PT KAI merupakan
salah satu BUMN yang juga merupakan konsumen BBM. Tapi sebaliknya, informasi
tentang perkeretaapian akan lebih tinggi kredibilitas bila bersumber dari PT KAI
dibandingkan Pertamina, meski bisa saja staf Pertamina pun melakukan perjalanan
dengan kereta api.
#02 - Variabel Pesan
Pesan, seperti yang sudah kita bahas, dapat diartikan sebagai sesuatu yang berupa
pengetahuan, gagasan, pendapat, informasi, atau instruksi yang disampaikan
komunikator kepada orang lain, atau dari satu lembaga kepada lembaga lain, dari
satu orang kepada lembaga lain.
Pesan ini dapat disampaikan secara personal atau impersonal dengan
menggunakan simbol atau sinyal tertentu. Pesan yang menggunakan kata-kata
dinamakan pesan verbal dan pesan yang disampaikan dengan tidak menggunakan
kata-kata seperti menggunakan bahasa tubuh dinamakan pesan nonverbal.
Dalam praktik komunikasi bisnis, dikembangkan berbagai teknik penyusunan
pesan. Pada intinya teknik-teknik yang dikembangkan itu dimaksudkan agar
komunikasi yang kita lakukan bisa berjalan dengan efektif.
Di samping itu, agar pesan yang disampaikan bisa mencapai tujuan komunikasi dan tujuan organisasi.
Untuk sementara ini, kita baru sampai pada dua kategori besar
pesan yaitu pesan verbal dan pesan nonverbal. Dalam praktik komunikasi, kedua
kategori pesan ini sesungguhnya bisa kita gunakan secara bersama-sama.
Misalnya, saat Anda menulis surat dengan menggunakan surat berlogo
perusahaan Anda, pesan verbal dan pesan nonverbal Anda sampaikan. Isi suratnya
merupakan pesan verbal. Namun jenis kertas surat, warna logo perusahaan, atau
penempatan logo perusahaan dalam kop surat merupakan pesan nonverbal.
Semua itu berpengaruh pada cara komunikan menafsirkan pesan yang
Anda sampaikan sekaligus citra perusahaan/organisasi bisnis Anda.
#03 - Variabel Penerima/Komunikan
Komunikan atau penerima merupakan salah satu komponen komunikasi yang penting untuk kita cermati.
Karena komunikan, akan menentukan bagaimana cara kita berkomunikasi.
Misalnya, perhatikan saja saat orang mengajak berbicara dengan
seorang bayi akan mencadel-cadelkan ucapannya. Namun orang yang sama akan
berbicara dengan cara yang berbeda saat berbicara dengan temannya.
Hal tersebut menunjukkan, saat melakukan komunikasi, seorang
komunikator akan memperhatikan dan memperhitungkan siapa komunikannya. Karena
itu, dalam kajian komunikasi kita mengenal istilah analisis khalayak yang
merupakan kajian untuk mengetahui profil khalayak sehingga bisa ditemukan cara
berkomunikasi yang paling tepat dengan khalayak tersebut.
Dalam komunikasi bisnis, publik yang menjadi komunikan tentu
sangat beragam. Ada banyak stakeholder,
seperti karyawan, manajer, pemegang saham, distributor, mitra bisnis, pemasok,
konsumen, serikat pekerja, dan pemerintah yang tentunya memiliki karakteristik
yang berbeda.
Karakteristik komunikan itu bisa dirumuskan dengan berbagai cara.
Ada yang merumuskannya dengan menggunakan pendekatan demografis seperti dengan
menggambarkan komunikan berdasarkan profil status ekonomi dan sosial (SES).
Ada juga yang menggunakan pendekatan psikologis, seperti menyusun
profil khalayak berdasarkan kebutuhan yang biasanya mengacu pada teori
kebutuhan Maslow yang tentunya sudah Anda pelajari pada mata kuliah lain. Ada
juga yang menggunakan pendekatan gaya hidup sehingga kita mengenal analisis
nilai dan gaya hidup.
#04 - Variabel Konteks
Variabel komunikasi bisnis berikutnya
adalah variable konteks. Saat mempelajari proses komunikasi,
kita tahu bahwa komunikasi itu
berlangsung dalam konteks tertentu. Konteks komunikasi itu, bisa bersifat
alamiah dan bisa juga memang sengaja diciptakan. Konteks komunikasi yang
alamiah adalah situasi komunikasi yang tidak kita ciptakan suasananya sehingga
merupakan suasana keseharian yang wajar.
Sedangkan konteks yang kita ciptakan adalah suasana yang sengaja
kita buat. Konteks komunikasi yang sengaja diciptakan misalnya acara business lunch, permainan golf, coffee morning atau menyelenggarakan
rapat di kawasan wisata. Sedangkan konteks yang alamiah, misalnya komunikasi
yang berlangsung di ruangan kantor atau perbincangan di ruang rapat.
Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan pentingnya variabel
konteks dalam kegiatan dan proses komunikasi bisnis, mengingat konteks
komunikasi berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi bisnis. Dalam konteks
yang formal, kegiatan komunikasinya mungkin terkendala oleh waktu dan
pembicaraan yang formal. Tapi dalam suasana makan siang, tentu kekakuan sudah
mencair dan situasi seperti ini sangat menunjang untuk melakukan komunikasi.
Adolf Hitler, misalnya, termasuk orang yang menyadari pentingnya
konteks dalam komunikasi sehingga dia menyatakan, bila Anda ingin menguasai
khalayak dalam sebuah rapat umum, adakanlah rapat itu pada malam hari. Ini bisa
dimaklumi, pada malam hari kondisi fisik dan kejiwaan hadirin sudah letih
sehingga gagasan yang kita sampaikan menjadi lebih mudah diterima. Konteks yang
dimanfaatkan oleh Hitler tadi adalah konteks psikologis dan fisikal.
Masih berkaitan dengan konteks komunikasi ini adalah iklim
komunikasi (communication climate).
Apa yang dimaksud dengan iklim komunikasi? Secara sederhana, iklim komunikasi
adalah suasana komunikatif yang berkembang pada satu organisasi. Karena
berkembang pada satu organisasi, maka iklim komunikasi ini akan sangat
bergantung pada gaya manajemen yang dijalankan pada organisasi tersebut.
Ada 4 gaya manajemen yang berpengaruh terhadap iklim komunikasi.
Pertama, gaya direktif, yang
merupakan gaya manajemen yang menuntut karyawan melakukan apa yang dikatakan
manajer.
Akibatnya arus informasi hanya dari atas ke bawah, sehingga
manajemen memiliki informasi terbatas dari bawahannya dan membuat arus
informasi antarbagian manajemen terbatas. Kita sudah mempelajari downward communications ini pada
kegiatan belajar sebelumnya. Kedua, gaya
pelatih, yang membuat manajer menjalankan peran seperti dalam gaya direktif
namun manajemen memandang bawahan sebagai anggota tim. Komunikasi berlangsung
dua arah, dari atas ke bawah dan sebaliknya.
Manajemen menjelaskan secara rasional keputusan yang diambilnya
dan mendengarkan ide dari bawahan. Ini merupakan komunikasi dua arah yang
sering disebut sebagai bentuk komunikasi yang demokratis.
Baca juga: Fungsi dan Tujuan Komunikasi Manusia
Ketiga, gaya suportif,
para manajer menganggap bawahan memiliki kemampuan dan keterampilan serta
memiliki motivasi untuk bekerja sebaik-baiknya. Manajemen hanya menetapkan
tujuan, bawahan bekerja untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian, arus
informasi berjalan dua arah.
Sedangkan Di lingkungan bawahan sendiri terbentuk saluran
komunikasi informal, atau apa yang sudah kita pelajari pada Kegiatan Belajar 1
dengan istilah sideways communications.
Keempat, gaya pendelegasian, para
manajer membiarkan bawahannya untuk “memperlihatkan
kemampuannya”.
Manajer memberi arahan umum, dan mendelegasikan kewenangan pada
bawahannya. Karena para bawahan terlibat langsung dalam menentukan apa yang
harus dilakukannya untuk mencapai tujuan, maka rasa tanggung jawab akan muncul.
Gaya ini mungkin akan membuat para manajer terisolasi dan kehilangan kontrol
atas operasi organisasi.
Dengan demikian, kita bisa melihat konteks alamiah dari proses
komunikasi yang berlangsung dalam satu organisasi.
Gaya direktif membuat iklim komunikasi menjadi bernuansa otoriter
dan memberlakukan karyawan seperti robot.
Gaya suprotif membuat komunikasi berkembang di tengah organisasi,
yang bisa juga mendorong berkembangnya saluran-saluran komunikasi informal yang
produktif.
Pada gaya direktif, iklim komunikasinya memang memungkinkan juga
munculnya saluran komunikasi informal. Namun pada gaya direktif saluran
komunikasi informal itu hanya akan menjadi arena penyebaran gosip atau
desas-desus. Karena dalam komunikasi ada ungkapan, bila saluran komunikasi
formal tersumbat maka pesan akan mengalir melalui saluran bawah tanah.
Namun yang terpenting dalam variabel konteks ini, kita hendaknya
mencermati konteks komunikasi sehingga bisa mengembangkan komunikasi bisnis
yang efektif.
Konteks harus kita perhatikan, karena setiap tindak komunikasi
akan berlangsung dalam konteks tertentu yang mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang dilakukan. Kita akan memerlukan gaya komunikasi yang berbeda
untuk konteks komunikasi yang berbeda.
Pada suasana formal gaya bicara kita berbeda dengan komunikasi
pada suasana informal. Begitu juga komunikasi tertulis dalam bentuk memo yang
kurang formal akan berbeda dengan komunikasi tertulis dalam bentuk surat
keputusan yang bersifat formal.
#05 - Variabel Saluran
Komunikasi yang dilakukan
manusia pasti menggunakan
saluran komunikasi tertentu. Ada saluran yang diperlukan untuk
berkomunikasi dengan massa atau banyak orang yang dinamakan media massa. Tapi
ada juga saluran yang dipergunakan untuk pembicaraan di antara dua orang
seperti telepon.
Lantas, bagaimana kalau percakapan tatap-muka di antara dua orang?
Saluran apa yang dipergunakan? Menurut ahli komunikasi, suara yang dipergunakan
dalam percakapan itu bisa terdengar lawan komunikasi karena merambat melalui
udara sehingga udara itulah yang menjadi saluran komunikasi kita.
Pilihan saluran mana yang akan dipergunakan akan ditentukan oleh
banyak hal. Dua di antaranya adalah variabel pesan dan variabel penerima.
Bila penerima pesan berjumlah besar dan tidak berdiam di satu
tempat yang sama, tentu saluran media massa yang akan kita pilih. Namun bila
pesannya bersifat pribadi, tentu kita akan lebih memilih penggunaan telepon
atau surat. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi, kini tersedia
beragam saluran komunikasi. Satu di antaranya yang cukup populer adalah
internet yang mengintegrasikan saluran-saluran komunikasi yang tadinya terpisah
yaitu komputer, media massa dan telekomunikasi yang memungkinkan penyampaian
pesan secara audio-visual dan interaktif.
#06 - Variabel Efek
Suatu saat, setelah membaca iklan lowongan kerja di koran, seorang
penganggur menyatakan dalam hatinya, “Mungkin ini lowongan kerja yang sesuai
dengan kualifikasi yang saya miliki.” Lantas, si penganggur itu pun
mengembangkan harapan. Dia merasa yakin akan diterima di perusahaan tersebut.
Lalu mulai membayangkan apa yang akan dikerjakannya nanti setelah
menjadi karyawan. Itulah contoh efek komunikasi.
Ada perubahan pengetahuan pada diri komunikan, yakni dari tidak
tahu menjadi tahu ada lowongan pekerjaan. Kemudian ada perubahan sikap, dengan
menyatakan kualifikasinya sesuai dengan kebutuhan yang dinyatakan dalam iklan
itu. Akhirnya ada perubahan perilaku, dengan mengirimkan surat lamaran.
Begitu juga halnya dengan komunikasi bisnis yang memang dirancang
untuk menciptakan, mengubah atau memperkokoh perilaku, sikap, informasi tentang
bisnis kita. Bisa juga komunikasi itu dirancang untuk membangun dan memperkokoh
citra positif organisasi bisnis seperti yang kita harapkan.
Ringkasnya, kita mengharapkan terjadi sesuatu pada diri komunikan
atau khalayak setelah kita melakukan komunikasi bisnis. “Sesuatu” yang terjadi
itu tentu merupakan apa yang kita inginkan yang sejalan dengan tujuan
organisasi bisnis.
Dalam komunikasi bisnis, “sesuatu” yang terjadi setelah proses
komunikasi itu cukup beragam. Mulai dari kesediaan menerima, rasa suka/tidak
suka terhadap organisasi atau produk sampai para stakeholder merasa nyaman dengan keberadaan perusahaan dan
produknya.
Namun, sekali lagi, apa yang kita harapkan setelah proses
komunikasi bisnis itu akan mengacu pada tujuan organisasi mengingat komunikasi
bisnis merupakan salah satu fungsi manajemen satu organisasi.
Variabel-variabel komunikasi bisnis di atas, merupakan
variabel-variabel yang perlu kita perhitungkan saat kita menyusun rencana
komunikasi (bisnis). Dalam rencana komunikasi, variabel-variabel tersebut kita
pertimbangkan dengan baik. Kita harus menyadari bahwa kegiatan komunikasi
bisnis itu kita lakukan agar memiliki dampak, bukan sekedar kegiatan yang
dilakukan untuk bisa berjalan saja. Dengan perencanaan yang baik, efektivitas
komunikasi bisa lebih terjamin.
Demikian sedikit pembahasan singkat mengenai variabel-variabel komunikasi bisnis menurut Rosenblatt. Semoga artikel singkat ini dapat memberikan manfaat. Baca juga: Teori dan Pengertian Komunikasi